![The Countess invisible set diamond ring 18K / RDU8007 [Y]](http://image.elevenia.co.id/ex_t/R/150x150/1/85/1/src/g/5/5/9/9/4/5/5559945_B_V1.jpg)
Karya Fiksi Fabina Lovers
Beberapa menit kemudian, mereka
tiba di selasar kebun buah naga.
Beberapa pot besar yang ditanami Anthurium berdiri megah di sana. Sebuah papan petunjuk kecil tertancap di
salah satu pot.
“Galilah tanah pada pot ini!” Muti membacakan
tulisan pada papan petunjuk.
Kedua gadis
segera menggali tanah dengan sekop kecil yang ada di sana. Sekop mereka menyentuh sebuah kotak mungil. Murni tak sabar membuka kotak
yang berlumuran tanah itu. Tak peduli tangannya menjadi kotor. Secarik kertas
tebal tersembunyi dalam kotak.
“Teh, tolong bacakan petunjuk ini!” pinta Murni pada Muti. Tepat saat Muti akan membacakan petunjuk, gerombolan gadis menghampiri mereka.
“Curang, Kresna pasti kasih bocoran sama kamu, ayo ngaku!” tukas Mita. Gadis menor itu menjambak rambut Murni hingga gadis itu menjerit kesakitan. Jeritan Murni terdengar oleh Kresna.
“Hei Mita, hentikan! Kamu menyakiti Murni.” Kresna mengibaskan tangan Mita yang menjambak rambut Murni.
Mita melepaskan jambakannya sambil melotot marah pada si pemuda tampan. ”Kresna, aku tahu audisi ini hanya rekayasa. Kamu mau menunjukan bahwa cewek cacat itu lebih berharga daripada kami, bukan? Teman-teman, lebih baik mundur saja dari audisi ini!” Mita menghentakan kaki sebelum berlari meninggalkan mereka.
“Betul Kresna, kami mau mengundurkan diri juga. Ayo girls, kita pergi dari sini!” Juwita pergi dari ajang audisi diikuti peserta lainnya.
“Maafkan aku, audisi ini jadi kacau gara-gara aku,” isak Murni.
“Jangan pedulikan mereka! Ayo, kita makan siang! Orang tuaku akan senang sekali berkenalan dengan pemenang audisi. Undangan makan siang ini berlaku untuk Teh Muti juga lho!” Kresna mengedipkan mata pada Muti seraya membimbing Murni ke arah bangunan tradisional yang berdiri di atas kolam ikan gurame. Muti mengiringi mereka sambil tersenyum bangga. Ia berhasil mengantarkan Murni menjadi pemenang audisi.
Makan siang berlangsung dalam suasana akrab. Ayahanda Kresna sangat pandai melucu. Penampilan beliau sederhana. Rupanya sifat Kresna yang rendah hati menurun dari beliau. Sedangkan ibunda Kresna bersifat pendiam dan keibuan. Ia gemar sekali mengelus-elus bahu Murni. Seolah ingin menyalurkan kehangatan kasih ibu pada gadis itu.
Klik Video ini
“Murni, ini hadiah untukmu,
bukalah!” Kresna menyerahkan sebuah kotak cincin saat mengantar kedua gadis itu
ke mobil mereka.
Murni membuka kotak itu dengan tangan gemetar. Terdengar seruan takjub Muti saat kotak cincin terbuka. Berlian-berlian mungil membentuk formasi hati di permukaan cincin. Sinar mentari sore membiaskan spektrum pelangi saat menerpa berlian.
Kresna memakaikan cincin ke jari manis Murni. “Tahukah kamu, dirimu berharga ribuan kali lipat cincin ini,” ujar Kresna dengan suara serak. Murni pun menangis terharu.
“Sudah sore, sebaiknya kalian pulang biar nggak kemalaman di jalan. Besok aku akan mencurahkan seluruh isi hatiku lewat pesan WA,” pungkas Kresna.
Minggu pagi yang cerah. Murni dan Muti duduk di taman belakang rumah Murni. Muti menerima pesan WA dari Kresna lalu membacakannya untuk Murni.
“Murni, aku jatuh cinta padamu pada pandangan pertama. Cintaku padamu kian hari kian membesar. Tahukah kamu, aku mengadakan audisi itu untuk menguji rasa cintamu padaku. Ternyata cintamu sebesar cintaku. Sayang, aku terikat janji dengan Thalia. Murni, cinta tak harus memiliki. Ijinkan aku bersama Thalia hingga maut menjemputku.”
Murni terpana saat Muti mengakhiri bacaannya. Demikianlah kondisi Murni selama beberapa hari. Ia belum bisa menerima kehilangan Kresna dalam sekejap. Saat berhasil menerima kenyataan, Murni memutuskan berhenti kuliah.
******
Seorang perawat membuka perban
yang menutupi mata Murni. Operasi
cangkok kornea berhasil dengan baik.
Murni membuka matanya. Wujud
orang-orang dan benda di sekitar Murni tampak samar.
“Apakah ini Mama dan Papa?” Murni bertanya pada pria dan wanita usia limapuluhan di sisi pembaringannya. Kedua orangtuanya memeluk Murni sambil tak henti memanjatkan syukur ke hadirat Yang Maha Kuasa.
Beberapa hari kemudian, penglihatan Murni sudah normal. Seorang gadis berambut pendek dan berkaca-mata mengunjunginya. “Hai Murni, apakah kamu mengenaliku?” sapa gadis itu.
Murni sangat mengenali suara yang akrab di telinganya. “Teh Muti, alhamdulillah aku bisa melihatmu.” Murni menggenggam tangan Muti sambil tertawa riang.
“Oh ya, aku akan memperlihatkan sesuatu untukmu.” Muti memutar rekaman video di HP-nya.
Seorang pria tampan membintangi video itu. Peralatan kedokteran menjadi latar belakangnya. Rupanya sang pria tampan baru menjalani transfusi dan suntikan desferal untuk mencegah penumpukan zat besi.
Dari suaranya, Murni mengenali pria itu sebagai Kresna. Kebencian sontak menguasi hati Murni, tapi ia tetap menonton rekaman itu.
“Halo Murni, tentunya kamu membenciku sekarang. Tapi, setelah mendengar penjelasanku, semoga kamu tidak membenciku lagi.”
“Aku menderita thalasemia mayor sejak kanak-kanak. Setiap minggu aku harus ditransfusi darah. Kamu benar, kadang aku putus asa dengan penyakitku ini, walau aku selalu berperan sebagai Kresna si periang.”
“Murni, Thalia singkatan dari Thalasemia. Penyakit yang menghalangi kebersamaan kita. Bahkan aku percaya ajalku segera tiba. Bila kamu menyaksikan rekaman ini, aku sudah tiada, karena kornea matamu adalah milikku...”
Murni tak bisa menyimak kelanjutan
rekaman video. Ia pingsan. Saat siuman, Murni melihat rinai hujan
melalui jendela rumah sakit. Kini
serenade hujan berubah jadi balada, nyanyian sedih. Demikianlah senandung hujan yang akan
didengar Murni selama sisa hidupnya.
Karena sebagian hatinya terkubur bersama jasad Kresna.
- T A M A T-
Catatan :
ilustrasi milik sebuah toko online
Terima kasih untuk mbak Lis Suwasano dan rekannya yang sudah
memberi masukan tentang thalasemia. Maaf saya terlambat baca
pesannya. Buat pembaca lainnya, saya tunggu kritik dan sarannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar