Karya Fiksi Fabina Lovers
Ringkasan Bag.11 : Ratu berhasil lolos tes tulis dan wawancara pada tahap seleksi awal beasiswa ke Jepang
Ternyata perjuangan
Ratu untuk melanjutkan pendidikan ke Jepang belum selesai. Dia harus mendapatkan Letter of Acceptance
(LOA) atau Surat Kesediaan Menerima Mahasiwa dari profesor calon pembimbingnya di
Jepang. Masalahnya, Ratu harus mencari LOA secara mandiri. Kedutaan Jepang hanya
menyediakan Surat Pengantar dan alamat profesor sesuai bidang risetnya dari beberapa
universitas di Jepang. Kondisi menjadi
semakin sulit karena pada masa itu belum ada jaringan internet. Komunikasi hanya bisa dilakukan melalui Surat
Kilat Khusus.
Setelah
menghemat uang makan selama beberapa hari, Ratu menelpon Syarif di Wartel. Biaya sambungan internasional terhitung mahal
pada masa itu.
“Moshi-moshi,” terdengar suara mirip
Syarif di ujung sana.
“Hai Syarif, ini
Teh Ratu, bukan mochi.” Ratu tergelak.
“Eh Teh Ratu,
damang sadayana? Ini Reza, bukan Syarif.
Terus moshi-moshi itu artinya halo dalam Bahasa Jepang. Nanti juga Teteh bisa bicara Jepang. Gimana soal tes monbusho, sukses?” tanya Reza
dengan riang.
“Tes tulis dan
wawancara udah lolos, masalahnya teteh harus dapat LOA dari pembimbing di
Jepang. Kira-kira kamu bisa bantu Teteh
nggak minta LOA dari salah seorang profesor ekonomi pertanian di Kyoto
University? Nanti surat pengantar dari kedutaan Teteh kirim ke alamat flat
kamu.”
“Bisa Teh, aku
kenal salah satu profesor di Fakultas Pertanian. Kami sering karokean bareng. Kalau bisa Surat Pengantar segera dikirim
pake Kilat Khusus ya Teh.” Suara Reza terdengar bersemangat.
"Eh, Syarif mana?"
“Lagi sibuk bantu Widodo, teman kami satu flat.”
“Bantu apa?”
“Distribusi tempe ke beberapa swalayan di
sini.”
“Apaa, tempe dijual di swalayan?” Ratu nyaris berteriak karena terkejut.
“Teteh pasti heran kalau tahu harga tempe di sini lebih mahal daripada
daging ayam,” jelas Reza sambil tertawa.
"Jadi makin semangat untuk tinggal di Kyoto nih. Siapa tahu bisa bantu-bantu dagang tempe.”
“Teteh memang entepeuneur
sejati,” puji Reza. “By the way,
segera kirim suratnya ya! Salam buat
Papa dan Ibu. Bilang sama Papa, jangan
sembarangan makan, mentang-mentang isterinya pintar masak,”gurau Reza.
“Oke Reza, salam juga untuk Syarif.
Have a nice day.
Assalamualaikum.”
“Waalaikumussalam.”
Perasaan Ratu lega
setelah menelepon Reza, walau agak terkejut sewaktu melihat biaya sambungan
internasional yang tidak sampai lima menit itu.
Aduh, tabungan uang makannya selama beberapa hari ternyata tak cukup
membiayai sambungan internasional itu. Ratu
harus menombok tiga ribu rupiah.
Beberapa hari ke depan puasa makan siang lagi deh.
Beberapa minggu
kemudian Ratu menerima Surat Kilat Khusus dari Reza yang dialamatkan ke kampus
tempat ia mengajar. Ratu membuka surat
Reza sambil duduk di bangku taman kampus.
Setidaknya suasa sejuk dan asri sedikit meredakan debaran jantungnya sewaktu menggenggam surat dari adiknya itu.
Assalamualaikum
Semoga Teteh, Papa, Ibu dan duo iseng
Amira-Sari, senantiasa dalam lindungan Allah.
Bagaimana kabar kalian di Indonesia, sehat? Kami di sini sehat dan gembira,
Alhamdulillah.
Mengenai Letter of Acceptance (LOA),
mohon maaf Teh, ternyata tidak bisa saya dapatkan dari Profesor Himada, teman
karaoke saya itu. Ternyata beliau
mengajar di jurusan Agricultural Engineering, dan tidak mengenal profesor bidang ekonomi
pertanian.
Mohon maaf adikmu ini tidak bisa memintanya
dari Profesor Himada.
Wassalam
Reza
n.b. buka amplop yang satu lagi
Ratu mendesah
kecewa. Perjuangannya untuk kuliah ke
Jepang kembali menemui hambatan. Mungkin
karena Ibu tak merestui langkahnya ini.
Ah, besok Ratu akan mulai bernegosiasi dengan ibunya. Tapi, bagaimana ya cara meyakinkan ibu?
“Bu, amplopnya
jatuh!” kata seorang mahasiswa sambil menunjuk amplop yang tergeletak di kaki
Ratu.
“Oh, terima
kasih,” gumam Ratu. Ia meraih amplop yang
tercecer dari surat Reza. Kemungkinan isinya foto-foto Reza dan Syarif ketika mengikuti
festifal musim semi. Dengan perasaan
malas, Ratu membuka amplop kedua. Tapi,
isinya kok kertas ya?
Ratu hampir
menjerit ketika membuka kertas yang berasal dari amplop kedua. Isinya adalah LOA dari Profesor Akira Tokoyama,
ahli ekonomi pertanian dari Fakultas Ekonomi Universitas Kyoto. Ah, Reza pandai benar mempermainkan perasaan
kakaknya. Rupanya takdir Allah memang
demikian. Ratu dianugerahi empat orang
adik yang jahil.
Ratu kembali
memandangi LOA itu sambil tersenyum bahagia bercampur haru. Ia akan meminta LOA dari dua universitas
lainnya. Setelah itu akan diserahkan ke
Kedutaan Jepang. Satu seleksi lagi yang
harus dilalui, screening formulir dan
LOA oleh MEXT. Bila para petinggi MEXT
setuju, bisa dipastikan Ratu mendapatkan beasiswa impiannya.
*****
Ibu senang bila Nayla dan kedua puteranya berkunjung ke
rumah mereka. Pria-pria kecil berusia lima
dan enam tahun itu sangat sopan dan tahu diri.
Tidak suka bertengkar. Selalu
berbagi. Juga disiplin dalam hal
kebersihan.
“Bagaimana cara
mbak Nayla mendidik anak? Kok
anak-anaknya sopan sekali?” Ibu memandang kagum pada kedua anak itu. Mereka saling berbagi kue. Ketika kuenya habis, mereka membersihkan
remahnya memakai sapu.
“Biasa saja,
Bu. Mereka begitu karena lama
tinggal di Jepang,” jawab Nayla.
“Oh gitu,
memangnya orang Jepang sopan-sopan ya?”
“Luar biasa
sopan, apalagi terhadap orang asing.
Bagi mereka, kebersamaan itu penting.
Sejak dini seorang anak diajarkan saling menolong. Kepentingan kelompok lebih utama daripada
kepentingan pribadi. Makanya
sekolah-sekolah di Jepang tidak menerapkan sistem rangking kelas.”
“Pantas saja
Jepang jadi negara maju,” kata ibu sambil manggut-manggut.
“Ibu ingin punya
cucu seperti anak-anak mbak Nayla nggak?” tanya Ratu sambil mengerling jenaka.
“Mau dong,
makanya Ratu cepetan nikah, biar ibu bisa gendong cucu,” tukas ibu.
Ratu tertawa
renyah. “Punya anak mah gampang bu, yang
susah itu mendidiknya menjadi anak sholeh.
Nah, supaya Ratu punya bekal mendidik anak, bagaimana kalau Ratu tinggal
di Jepang?”
Ratu memandang ibunya seraya melontarkan senyum paling manis.
Ibu mendengus
kesal. “Nggak perlu pergi ke Jepang
untuk jadi ibu yang baik. Ibumu ini
nggak pernah ke Jepang, buktinya anak ibu baik-baik, yah walaupun kadang suka
usil.”
Ratu mengeluh
dalam hati, ”Susah benar memberi
pengertian pada ibu. Ya Allah lembutkan
hati ibu. Buatlah ia memahami
keinginanku melanjutkan sekolah ke Jepang.”
*****
Enam Bulan Kemudian
“Benar ya Ratu,
sampaikan surat ini buat Oshin! Jangan
lupa kamu cari juga resep-resep kue khas Jepang. Kirim sama Ibu lewat surat. Biar bisa ibu praktekan di sini,” pinta ibu
dengan mimik memelas. Ratu paham ibu
sedih berpisah dengannya.
Ratu memeluk
ibunya dengan mata berkaca-kaca. “Iya
Bu, semua pesan ibu akan Ratu laksanakan.”
“Jaga dirimu
baik-baik. Kalau bisa tinggal di flat
yang berdekatan dengan kedua adikmu.”
Ibu mulai terisak.
“Insya Allah,
ada Allah sebaik-baiknya penjaga,” jawab Ratu sambil menepuk lembut punggung
ibunya.
“Teteh
sering-sering kirim surat ya! Alamatkan
ke sekolah kami saja!” Sari dan Amira ikut bergabung memeluk kakak
perempuannya.
“Iya, iya, akan
Teteh kirim ke sekolah biar kalian bisa pamer,” janji Ratu. Ibu dan Papa Raja tertawa mendengarnya.
“Ratu, jangan
lupa sholat selama di sana, Ikutlah
kelompok pengajian KBRI!” nasihat Papa Raja.
Perintah agar
para penumpang menuju Tokyo memasuki terminal keberangkatan bergaung di seluruh
penjuru ruang pengantar. Ratu
melambaikan tangan pada keluarganya dengan air mata yang menderas. Meninggalkan keluarga yang amat kita cintai
memang menyakitkan. Tapi pedihnya
perpisahan akan berganti masa depan gemilang.
Oh ya, mungkin
kamu ingin tahu, mengapa ibu mengijinkan Ratu ke Jepang? Hampir setiap hari Papa Raja memutar video
film Oshin. Ibu jadi pengagum Oshin dan
menganggap Oshin sebagai sosok nyata.
Kemudian Papa juga memutar video pembuatan kue-kue Jepang. Ibu menyukai penampilan kue-kue itu. Lama kelamaan, ibu menjadi pengagum negara
Jepang. Beliau ingin benar berkunjung ke
sana. Maka, ketika Ratu dinyatakan
berhak menerima beasiswa kuliah di Universitas Kyoto, ibu tak lagi
melarangnya. Ibu berharap dapat menengok anak-anaknya di Jepang suatu hari nanti. Semoga
terwujud harapannya.
___________________________
Keterangan :
Kumaha damang : apakabar? sehat?
MEXT : Ministery of Education, Culture, Sport,
Scince dan Technology of Japan
Monbusho : istilah
Monbukogakusho di masa lalu
Ilustrasi : tinetrisnawati.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar