Siang ini bu boss dinas luar. Beberapa teman seruangan yang masih muda pun bersuka-cita. Mereka asik ngebakso sambil ngerumpi. Saya yang berusia ‘mateng pohon’ nggak ikutan
nimbrung, lha nggak seru kalau saya ikutan ngobrol, kesannya seperti emak-emak
sotoy. Tapi, saya penasaran, jadilah saya pura-pura
main Hp padahal kupingnya nyimak obrolan mereka (ups ini masuk prilaku
munafik gak sih?).
“Life begin at 40,” cetus teman
muda saya yang bergaya rambut ala aktor Meteor Garden.
“Bener tuh, profil seseorang baru
ketahuan saat dia berumur 40 atau 50 tahun.
Kalau saat usia segitu dia mencapai pucak kesuksesan dalam karir atau usaha,
artinya dia beneran sukses. Tapi jalan
menuju kesuksesan harus dirintis saat
kita umur 30-an,” timpal temannya, pemuda necis anti debu.
Saat mendengar komentar mereka,
mulut saya pun berkhianat. “Kesuksesan tak hanya diukur berdasarkan karir, seorang pejabat
kecamatan pernah bilang kalau orang belum punya rumah pribadi saat berumur
40-an bisa dikatakan tidak pandai mengelola hidup. Ups.”
Saya langsung menggigit bibir
sambil menyumpahi diri sendiri, ngapain ikutan nimbrung sih. Untungnya teman-teman muda saya nggak terlalu
nyimak komentar saya dan mulai berganti topik tentang kecanduan main game
online semasa remaja. Bahkan ada yang
batal puasa karena nggak sempat sahur gara-gara keasikan main game online. Ho ho ho itu bukan urusan saya.
Hm, tapi gara-gara perbincangan
mereka, saya jadi berfikir makna kesuksesan dan kemapanan sesungguhnya. Bagaimana kalau ada orang bergelimang harta
tapi hasil korupsi? Sukses berkarier karena pandai menjilat atasan? Apakah menyenangkan punya rumah yang megah tapi miskin kasih sayang?
Maka, saya akhirnya memutuskan bahwa
manusia berumur 40-an yang sukses adalah yang paling pandai menata hidup agar
sesuai tuntunan Yang Maha Kuasa. Mereka
berusaha semaksimal mungkin memenuhi kebutuhan duniawi tanpa mengabaikan ajaran
agama. Mereka selalu berusaha berbuat
baik pada sesama sesuai kadar kemampuannya.
Ya gitu deh, kalau menurut kamu bagaimana?