Kamis, 05 Maret 2015

Cerbung Bag.11 : Romansa

Karya Fiksi Fabina Lovers

Image result for gambar perjuangan meraih beasiswa
Ringkasan Bag,10Ratu tertarik mengikuti tes beasiswa ke Jepang setelah bertemu teman lama di bandara Soekarno Hatta
Dinihari, Ratu dan ibunya sudah memasak aneka kue di dapur mungil mereka.  Sejak ibu menikah dengan Kolonel Raja, tingkat perekonomian keluarga meningkat.  Mereka kini memiliki rumah pribadi sekalipun letaknya di perkampungan.   Meskipun berlokasi di perkampungan,  akses dari rumah menuju Jalan Raya Kecamatan cukup mudah.  Hanya menempuh jarak sekitar 500 m.  Kondisi Jalan Desa tergolong baik.  Sudah beraspal meskipun belum dihotmik.

“Kenapa melamun?” tanya ibu.  Tangannya gesit menguleni adonan kulit pastel.

“Janji ya, ibu nggak marah!”

“Iya, ada apa sih?”

“Hm...” Ratu terdiam sejenak.  “Ratu ingin ikut tes beasiswa ke Jepang.”

“Aapa?” Ibu menghentikan pekerjaannya.  “Ke Jepang?  Ingat Ratu, kamu itu anak perempuan.  Pendek lengkahna.  Bagaimana kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di sana?”  Ibu berkacak pinggang sambil memelototi Ratu.

“Tuh ‘kan?  Katanya nggak akan marah,” gumam Ratu.

“Habis, kamu mintanya yang aneh-aneh.  Coba minta kawin.  Pasti langsung ibu carikan jodoh.” Intonasi suara ibu kembali normal.  Beliau tersenyum jahil seraya menguleni adonan kulit pastel kembali.

“Ada apa sih ribut-ribut?” Papa Raja muncul di dapur.

“Ini, Teteh Ratu mau ikut tes beasiswa ke Jepang.  Ibu larang saja.  Melang atuh.  Sama siapa dia di sana?  Belum tentu juga dapat universitas yang sama dengan adik-adiknya.”  Ibu mengadu pada suaminya dengan suara manja.

“Payah, ibu mah Kurung Batok!  Jaman sekarang anak perempuan setara dengan pria.  Apalagi Ratu tergolong pintar.  Harus kita kembangkan potensinya sebagai bekal berbakti pada negara,” kata Papa Raja.  Beliau melempar senyum penghiburan pada anak sulungnya.

Perasaan Ratu melambung seumpana balon berisi helium.  Sayang, ibu menusuk balon itu lewat argumentasinya.  “Halah, percuma sekolah tinggi kalau nantinya ke dapur juga,” tukas ibu.

Papa Raja memberikan isyarat agar Ratu berdiam diri.  Ketika mereka tinggal berdua saja, Papa Raja memberi saran : “Sudah, ikuti saja tesnya!   Perkara ibu nggak setuju biar jadi urusan papa.  Mudah-mudahan kamu bisa lulus.”
****

Ratu mencermati panduan Beasiswa Monbukagakusho yang ia terima dari seorang staff Kedutaan Jepang.  Rupanya ada tiga jalur.  Goverment to Goverment (G to G), University to University (U to U) dan melalui Instansi atau Departemen Teknis.  Cara yang paling mudah bagi Ratu melalui jalur G to G.  Sayang, ada satu syarat yang belum bisa dipenuhinya,  menjadi PNS.

Saat ini posisi Ratu hanyalah dosen honorer di almamaternya.  Tugasnya tak berbeda dengan asisten dosen dari kalangan mahasiswa.  Memberikan responsi Pengantar Ilmu Ekonomi bagi mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (Tingkat Satu).   Ratu tak diperbolehkan mengisi kuliah umum karena bukan PNS.

Siang itu, Ratu memberanikan diri menghadap Bu Ratih, dosen pembimbingnya sewaktu menyusun skripsi.  Doktor bidang ekonomi pertanian itu tengah menghadapi setumpuk literatur kuliah.

“Maaf bu, bisa kita berdiskusi sebentar?” pinta Ratu, sopan.

“Silahkan saja.” Dosen wanita itu menunjuk kursi di hadapannya sambil tersenyum ramah.  Ratu adalah mahasiswa kesayangannya.

Ratu menceritakan secara ringkas keinginannya mendapatkan beasiswa Monbukagakusho lewat jalur G to G, serta hambatan yang menghadangnya.

“Kamu sangat beruntung.  Baru saja saya menerima pengunduran diri Calista.  Semula ia akan kami ikutkan tes CPNS minggu depan.  Dengan pertimbangan, ia sudah menghonor dua tahun di jurusan kita.  Ternyata, suaminya pindah tugas ke Gorontalo.  Calista ingin ikut suaminya ke sana.  Tapi, sekarang saya sudah mendapatkan pengganti Calista.”  Bu Ratih memandang Ratu dengan mata berbinar jenaka.

“Si..siapa pengganti mbak Calista?” Ratu tergagap,  berharap dirinya yang menjadi pengganti Calista.

“Selamat, kamulah penggantinya.” Bu Ratih menyalami Ratu.  Gadis itu terpana.  Tak percaya dengan pendengarannya.

*****

Satu Tahun Kemudian

Ratu menghembuskan napas lega.  Akhirnya ia berhasil mengikuti tes tertulis bagi calon penerima beasiswa Monbukagakusho di Kedutaan Jepang.  Perjalanannya menuju ruangan ini cukup alot.  Ia harus menunggu terbitnya SK PNS dulu.  Kemudian mengurus pemberkasan dari Rektorat hingga Sekretariat Kabinet RI.  Benar-benar melelahkan. 

Seleksi diikuti ratusan peserta.  Labih banyak daripada seleksi CPNS dosen dulu.  Ya, siapa yang menolak kuliah gratis di Jepang?  Bukan sekedar kuliah, pengalaman tinggal di negeri orang akan menjadi momentum berharga untuk diceritakan kepada anak-cucu.

Tes tulis tidaklah berat.  Momok bagi calon penerima beasiswa adalah wawancara.  Pewawancara berasal dari perwakilan negara Jepang dan pejabat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.  Tentu saja keseluruhan wawancara dalam Bahasa Inggris.  Tapi, bukan penggunaan bahasa yang menjadi momok para peserta.  Kandidat beasiswa harus berhasil meyakinkan para pewawancara bahwa rencana risetnya memberikan kontribusi positif bagi rakyat Jepang dan Indonesia.

Ratu berdebar-debar menanti giliran wawancara.  Sekali lagi ia mencermati Rencana Riset yang telah dijilidnya menjadi paper.  Ratu berupaya memperkirakan pertanyaan yang akan diajukan para pewawancara.  Risetnya akan mengkaji Ekonomi Pertanian Internasional dan kaitannya dengan Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Indonesia.

Akhirnya, tibalah giliran Ratu.  Pertama-tama Ratu memaparkan rencana risetnya yang terangkum dalam 4 lembar transparansi.  Keempat pewawancara menyimak uraian Ratu dengan serius.  Kemudian mereka mengajukan beberapa pertanyaan ringan yang dijawab dengan mudah oleh Ratu.  Tapi, pertanyaan semakin lama semakin sulit.  Cenderung menguji ketahanan fisik dan mental kandidat yang telah berdiri selama 20 menit.

“Apa kontribusi yang bisa Anda berikan kepada masyarakat Jepang dengan riset ini?” tanya penguji dari negara Jepang.

Ratu berpikir sejenak.  “Dengan pembangunan pertanian yang berlandaskan kebutuhan pasar internasional, diharapkan produk-produk pertanian kami memenuhi kualifikasi bahan baku industri pengolahan pangan di Jepang maupun negara lainnya,” jawab Ratu, mantap.  Ia berdoa agar para pewawancara menyetujui jawabannya.

“Bagaimana pada tataran praktisnya.  Apakah semudah itu mengubah mindset petani tradisional Indonesia?” cecar pewawancara lain yang berasal dari Jepang pula.

Wow, pertanyaan yang bagus.  Ratu kesulitan menemukan jawabannya.  Gadis itu harus meneguk air putih sebagai pereda nervous.

“Pembangunan pertanian dilaksanakan secara sustainable.  Kita di sini bersama para pakar pendidikan.  Saya harapkan kurikulum pendidikan kita memasukan paham-paham pertanian modern kepada anak didik yang notabene adalah calon petani masa depan.  Dengan demikian, secara tidak langsung kita mengubah mindset petani tradisional melalui generasi muda,” jelas Ratu dengan suara tenang.  Pejabat Depdikbud yang termasuk tim pewawancara manggut-manggut.

Selanjutnya pertanyaan wawancara lebih ringan.  Seperti cara Ratu beradaptasi dengan kebiasaan masyarakat Jepang. Tempat-tempat yang akan dikunjunginya selama di Jepang.  Juga rencana pernikahannya (ini berpengaruh karena beberapa calon mengundurkan diri dengan alasan menikah).  Ratu berhasil menjawab semua pertanyaan itu dengan santai.  Tak terasa tigapuluh menit berlalu.  Ratu meninggalkan tempat wawancara tanpa beban.  Ia memasrahkan hasilnya pada Yang Kuasa.

Keputusan hasil tes akan keluar dua minggu mendatang.  Kandidat yang lolos tes akan dihubungi melalui telepon.  Karena jalur telepon rumah belum masuk ke kampung Ratu, maka Ratu memberikan nomor telepon kampus.

Dua minggu berlalu.  Kehidupan Ratu terasa hiruk pikuk.  Papa Raja kembali dirawat di rumah sakit. Reza dan  Syarif berhalangan pulang ke Indonesia.  Ibu dan Ratu bergantian menjaga Papa Raja.  Ratu menjaga papanya di malam hari karena siang harus mengajar di kampus.

Ketika mengajar, Ratu mendapat panggilan telepon.  Gadis molek itu terburu-buru ke ruangan Tata Usaha untuk menerima telepon.  Ia pikir, ada berita penting seputar penyakit Papa Raja.  Ternyata, Amira dan Sari yang menelepon.

“Teteh, sekarang dekat sekolah kami ada Telepon Umum.” Terdengar celoteh cempreng di ujung sana.  Gagang telepon berpindah ke tangan lain.  “Coba tebak, Teh, siapa yang bicara?”

“Heh, kalian ini emang Ratu Iseng.  Tahu nggak, Teteh lagi ngajar?  Jangan telpon lagi kecuali untuk hal penting!” Ratu separuh membanting gagang telepon karena kesal.

Beberapa menit kemudian, staff Tata Usaha kembali memanggil Ratu.  Katanya ada panggilan penting.  Ratu menghampiri ruang Tata Usaha dengan perasaan gusar.  Kedua adiknya perlu diperingatkan agar pandai menempatkan diri.

“Sari, Amira, kalian ini.....” Kalimat Ratu terpotong suara berwibawa.

“Maaf apakah ini saudari Ratu Sofiana, kandidat beasiswa Monbukagakusho?”

“Oh iya, benar Bu, saya Ratu.  Mohon maaf untuk kejadian barusan.”

“Perkenalkan, ini Bu Hikmah dari Kedutaan Jepang.  Besok Anda diminta datang ke Kedutaan Jepang untuk mengisi formulir.  Anda dinyatakan lolos tes tulis dan wawancara.”

“Te..terima kasih untuk beritanya.  InsyaAllah besok saya ke kedutaan.”

Ratu bersujud syukur di lantai Ruang Tata Usaha.  Perasaannya berbunga-bunga.  Akhirnya, ia dapat kesempatan kuliah di Jepang.  Tapi, bagaimana mengabarkan hal ini pada ibu yang sedang resah karena Papa Raja dirawat di Rumah Sakit?
__________________________________

Keterangan :

Kosa kata bahasa sunda
Pendek lengkah = keterbatasan
Kurung Batok  =  kurang wawasan
Melang   =  khawatir
DEPDIKBUD  RI =  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia  (nama Kementerian Pendidikan era Presiden Soeharto)  
Sustainable  =:  berkelanjutan

Transparansi  =  Lembar plastik berisi paparan untuk dipresentasikan melalui OHP.  Pada tahun 90-an belum ada laptop dan infokus.  Membuat paparan presentasi cukup rumit.  Harus diketik, dicetak baru difotokopi pada selembar plastik.

Sumber mengenai beasiswa  =  informasi teman dan blog milik penerima beasiswa ke Jepang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar