Sabtu, 31 Januari 2015

Cerbung Bag.1 : Romansa

Karya Fiksi oleh Fabina Lovers

1 9 8 7
Cinta adalah kamuflase syahwat.  Kaum pria merayu wanita untuk memanjakan hasrat badaniahnya.  Otak rasional pria bekerja demi keuntungan duniawi.  Wanita menjadi salah satu perangkat kejayaan materi mereka.  Demikianlah prototipe pria dalam pemikiran Ratu Sofiana. 
Pemikiran Ratu bukanlah prasangka tak berdasar.  Semenjak remaja, Ratu lebih suka berteman dengan pria.  Ia menyimak diskusi kaum adam perihal pesona fisik wanita.  Bagi mereka, wanita hanyalah mesin pencipta kenikmatan.  Wanita tercipta selaku sosok indah tanpa hati dan kecerdasan.  Sungguh, perasaan Ratu terluka saat mendengar ocehan pemeluk chauvinisme itu.
Tuhan menganugerahi Ratu berbagai talenta.  Dia cantik, pintar,  lihai berolah raga, juga pandai meracik masakan nikmat.  Banyak pria ingin melabuhkan cinta di hati Ratu.  Sayang, hati Ratu tertutup bagi romansa.  Ratu tak percaya cinta.  Baginya, cinta adalah fatamorgana.
Hingga berulang tahun ke duapuluh tiga, Ratu tak pernah menjalin kasih dengan pria.  Kekasih sejatinya adalah prestasi akademik.   Ratu menjadi penyandang IPK terbaik jurusan agribisnis  setiap semester.   Sebelum wisuda sarjana, Ratu berhasil menjadi staff marketing sebuah perusahaan otomotif berskala nasional.  Seleksi karyawan perusahaan tersebut melalui tujuh tahap.  Ratu menggungguli ratusan pelamar dari berbagai universitas terkemuka di Indonesia.
Suatu hari minggu, ayah memanggil Ratu ke kamarnya.  Ayah Ratu penderita gagal ginjal. Biaya pengobatan ayah menguras tabungan keluarga.  Rumah peninggalan almarhum kakek pun terjual demi pengobatan ayah di rumah sakit.
“Ratu, ayah bangga dengan prestasimu.  Maafkan ayah yang selalu menyusahkan kalian.” Ayahnya terdiam sejurus.  “Hm, Ratu, ayah menginginkan masa depan yang baik untukmu.  Kamu perempuan, Nak.  Kelak kamu akan berumah-tangga. Kalau kamu bekerja di kantor swasta, akan sulit membagi waktu antara karier dan rumah tangga.  Bisa-bisa kamu berhenti di tengah jalan.  Menurut ayah, pekerjaan paling sesuai untuk perempuan adalah Pegawai Negeri.  Pekerjaannya ringan.   Mudah ijin kalau ada keperluan keluarga.”

Ratu terkesiap.  Hatinya meradang.  Tega benar Ayah menyuruhnya berhenti kerja.  Padahal Ratu sangat menyukai pekerjaan barunya.  Ratu bertekad menjadi direktur perempuan pertama di perusahaan itu.  Menikah bukanlah tujuan hidup Ratu. Gadis jelita itu siap melajang seumur hidup demi kelangsungan kariernya.

“Ayah, saya belum ingin menikah.  Saya ingin membahagiakan ayah dan ibu dulu.  Mudah-mudahan beberapa tahun ke depan kita bisa punya rumah lagi.” Susah payah Ratu mengatur intonasi suara agar tak meninggi.
“Kita akan punya rumah lagi kalau kamu menuruti kehendak ayah.”
“Apa kehendak Ayah?” Ratu memandang ayahnya dengan kening berkerut.
“Menikahlah dengan putera Pak Hambali.  Kamu ingat Pak Hambali ‘kan? Dialah pembeli rumah kita.  Nah, rumah itu akan menjadi miliki kita lagi bila kamu bersedia menerima perjodohan ini.” Ayah menatap Ratu dengan pandangan memohon.
Ratu mengalihkan pandangannya ke deretan obat di sisi ranjang tua ayah.  Perjodohan ala siti nurbaya tak pernah menjadi impiannya.  Bagaimana mungkin ia menikah dengan lelaki yang tak pernah dikenalnya?  Rumah tangga macam apa yang dibangun tanpa cinta?
“Lihat sekeliling rumah kontrakan kita, Nak!” Ayah menunjuk plafon tua yang lapuk di sekeliling kamar.  “Apakah kalian nyaman tinggal di tempat macam ini.  Kalau kamu tidak egois, kita berkesempatan menempati rumah lebih layak, rumah kita sendiri.”
Dada Ratu terasa sesak.  Seolah ada gelembung udara besar hendak pecah.  Otak cemerlangnya tak mampu merangkai kata.  Kesedihan menyayat dinding hatinya.  Tanggul pertahanan Ratu akhirnya runtuh seiring membanjirnya air mata.
“Jangan menangis.  Ayah tak bermaksud menyakitimu.  Dengar Nak, pernikahan akan membuka pintu pekerjaan baru bagimu.  Pak hambali adalah pejabat PEMDA DATI II.  Dia berjanji akan menjadikanmu tenaga honorer.  Setelah menjadi tenaga honorer selama setahun, kamu  akan diangkat jadi PNS.  Percayalah, menjadi PNS baik bagimu.  Gajinya memang kecil, tapi kamu punya jaminan hari tua.” Ayah terbatuk-batuk lalu minta diambilkan minuman.  Ratu menyerahkan segelas air putih pada ayahnya. Perasaannya tak menentu.
“Dulu, kakek mendaftarkan ayah sebagai PNS sebuah departemen, tapi ayah menolaknya.  Ayah  memilih kerja di swasta karena penghasilannya berkali lipat gaji PNS.  Ternyata, ayah di-PHK gara-gara penyakit ini.  Seandainya ayah dulu menyetujui tawaran kakekmu.  Ayah pasti punya pensiun.  Biaya rumah sakit tidak mahal karena ada fasilitas ASKES.  Rumah kita tak perlu dijual, Nak.”  Ayah terdiam, matanya berkaca-kaca.
“Berpikirlah, Ratu!  Perjodohan ini adalah segala-galanya bagimu, bagi keluarga kita.  Terimalah Beni, putera Pak Hambali, sebagai suamimu!  Omong kosong soal cinta-cintaan.  Ayah dan ibu menikah tanpa pacaran, tapi rumah tangga kami langgeng sampai puluhan tahun,”tegas Ayah.

Keterangan :

Latar belakang peristiwa ini masa orde baru, saat pemerintahan masih bersistem sentralisasi.  Nama tempat nyata.  Namun seluruh kisah imajinasi belaka.


(Apakah Ratu menerima perjodohan itu?  Silahkan tunggu kelanjutannya).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar