
Karya Fiksi Fabina Lovers
“Cintaku, berjanjilah, kita akan
bertemu lagi di tempat ini saat bulan biru itu kembali! Lantas kita akan memintal benang asa menjadi
lembaran kisah indah. Saat itu, aku
telah bergelar Master. Master Manajemen sekaligus
Master Cinta untukmu.” Jay tertawa
renyah lalu mengecup punggung tangan Zara.
Bulan Biru yang sebenarnya berwarna merah, menyaksikan janji mereka di
kejauhan.
Itu terjadi dua setengah tahun lalu. Tahun-tahun penuh tekanan rindu. Zara dilarang menemui Jay selama hari-hari penantian itu.
“Mama melarangku berteman dekat
dengan wanita sebelum aku lulus S2,” kata Jay waktu itu. “Bersabarlah Sayang,
semua akan indah pada waktunya.”
Zara setia menanti hari pertemuan
mereka. Hingga bulan biru kembali hadir
di langit Pangandaran. Hari masih sore
saat Zara tiba di pantai itu.
Menyaksikan bola surya tenggelam di birunya samudera. Perlahan-lahan, dewi purnama muncul. Paras bulatnya berbinar di langit kelam. Sang Dewi muncul di luar kebiasaannya. Seharusnya dia muncul pada tanggal empat
belas bulan hijriah. Namun, kali ini dia
muncul lebih awal. Karenanya dia
dijuluki bulan biru.
Tepat pukul tujuh malam, sosok itu
muncul di kejauhan. Tertatih-tatih
menghampiri Zara. Walaupun telah dua
tahun tak berjumpa, Zara mengenali sosok kekasihnya. Dia tahu pria itu bukan Jay.
“Selamat malam, ini Zara ya?”
tanya pria bermantel panjang itu.
Kepalanya yang berambut gondrong tertutup topi kanvas.
Zara mengangguk samar. Rasanya ingin kabur dari sosok asing yang
terlihat mengancam itu.
“Jangan takut, aku nggak akan
menyakitimu. Benarkah malam ini kamu mau ketemu Jay?” Pria itu bersandar di pohon cemara dekat tempat duduk Zara,
lalu menyalakan rokoknya.
“Betul, Anda siapa?” Zara bertanya
tanpa menatap lawan bicaranya. Tangannya mengibaskan kepulan asap rokok yang
menghampiri penciumannya.
“Hanya seorang teman yang juga
ingin ketemu Jay.”
“Oh ya.”
“Tapi, aku nggak akan menampakan
diri. Biar jadi kejutan. Lihatlah, dia sudah datang!” Pria bertopi kanvas menghilang dalam
kegelapan.
“Zara...aku rindu kamu.” Jay membentangkan sepasang lengannya. Zara pun membenamkan dirinya dalam pelukan
Jay.
“Aku takut sekali Jay, ada cowok
misterius yang mengaku temanmu,” kata Zara sambil menyandarkan kepalanya di
dada Jay.
Jay merenggangkan pelukannya lalu
meraih dagu kekasihnya. “Tak ada seorang
pun yang bisa menyakitimu selama aku ada di dekatmu.”
“Oh Jay, betapa beruntungnya aku
memilikimu. Apa saja yang kamu lakukan
selama kita tak bertemu?” Zara mengajak
Jay duduk di bangku semen. Jemari mereka
bertautan.
“Aku kuliah sambil berbisnis. Lumayanlah, untuk tambahan uang saku. Sekarang aku sedang melamar pekerjaan di
beberapa perusahaan asing.” Jay
menunjukan sebuah amplop cokelat tebal ukuran folio.
“Kasih, aku bangga padamu. Tentunya kamu berhasil lulus S2 dengan nilai
bagus.” Zara menepuk pipi kekasihnya.
“Begitulah, Sayang.” Jay meremas tangan Zara yang masih bertengger
di pipinya. Wajah mereka kian mendekat,
bagai dua kutub magnet yang berbeda.
“Angkat tangan! Jatuhkan senjata anda!” Sepasukan polisi tiba-tiba telah mengepung mereka.
Zara ketakutan. Sementara Jay menjatuhkan pistol yang
tersimpan di balik jaketnya. Polisi
lantas meringkus Jay berikut amplop cokelat yang tadi ia tunjukan pada
Zara. Saat Zara akan diringkus, pria
berambut gondrong muncul dari kegelapan.
“Perempuan ini nggak usah
ditangkap, dia nggak bersalah!” kata si rambut gondrong.
Para polisi menurut. Zara urung ditangkap. Tapi, Jay yang malang digelandang dengan
tangan terborgol. Pemuda itu tampak
pasrah.
“Zara, masihkah kau mencintainya? Pemuda itu pembohong. Dia nggak pernah lulus S2. SMA saja nggak tamat kok. ” Si gondrong berbicara dengan nada suara yang
akrab di telinga Zara.
“Aldi?”
Sosok gondrong itu tertawa, membuka wig dan mantel panjangnya, lalu duduk
di sisi Zara. “Zara, kamu memang gampang
tertipu.”
“Mungkin aku bodoh. Tapi cintaku tak akan beralih dari Jay. Aku mencintainya apa adanya,” kata Zara
dengan suara kering.
“Sekalipun dia udah punya
isteri dan dua orang anak?”
Zara menatap Aldi dengan mulut separuh terbuka. “Kamu punya bukti?”
“Ini buktinya.” Aldi meletakkan setumpuk foto
ukuran kartupos di sisi Zara.
Melalui penerangan cahaya bulan
biru, Zara mengamati lembar demi lembar foto itu. Jay sedang menyetir mobil boks. Jay berduaan dengan seorang pramuria
berbusana minim. Jay bersama wanita
bermata sayu dan dua orang balita.
Jemari Zara gemetaran saat ia menatap foto terakhir.
“Dari mana kamu dapatkan foto-foto
ini?”
“Dari para agen kami. Jay adalah target operasi kami dua tahun
terakhir ini. Dia pengedar narkoba yang
licin seperti belut.”
Zara menutup wajahnya dan mulai
terisak. “Tinggalkan aku seorang diri,
Aldi!”
Aldi menghela napas berat seraya
menatap iba teman SMA-nya. “Zara,
cinta sejati bukanlah ungkapan kata-kata manis.
Cinta sejati adalah rangkaian perbuatan nyata demi kebahagiaan sang
pujaan hati.”
Zara melihat Aldi berlalu dari
hadapannya dengan langkah gontai. Zara tahu, sang intel polisi memendam cinta
padanya. Cinta yang tak pernah terbalas. Ah, mengapa cinta biasa jatuh di tempat yang
salah? Di kejauhan, bulan biru bersemayam anggun di atas
tahtanya. Menyaksikan tragedi dan
romansa anak manusia.
TAMAT
Catatan :
Fenomena bulan biru terjadi pada jumat malam, tanggal 31 Juli 2015. Informasi lengkapnya bisa dilihat di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar