Rabu, 02 September 2015

Menghadapi Orang Sulit

Hasil gambar untuk gambar orang jahat

Karya Non Fiksi Fabina Lovers



“Jadi PNS mah enak, kerjaannya nyantai, tinggal nunggu tanggal gajian.  Oh ya, Ibu punya koneksi di BKN, nggak?  Tolonglah upayakan  agar anak saya  diterima jadi PNS.  Saya punya  seratus juta,” kata seorang tetangga yang berkunjung ke rumah.

Glek, saya menghela napas berulangkali agar tidak murka.  Untunglah saya tidak sedang PMS.  Seenaknya saja menganggap semua orang masuk PNS dengan cara menyogok.  Sumpah, saya masuk PNS lewat tes.  Tidak menyogok barang serupiah pun.  Jujur saja, sewaktu saya diterima menjadi PNS lebih dari lima tahun lalu, kami tinggal di rumah petak sewaan.  Mana mungkin saya punya cukup uang untuk menyogok?  Akibat nila setitik rusak susu sebelanga.  Akibat beberapa orang masuk PNS lewat jalan pintas, masyarakat sulit untuk memercayai orang bisa lulus tes PNS tanpa menyogok.

Apakah semua PNS sedikit bekerja?  Tidak juga tuh.  Pegawai kelurahan terlihat santai karena  mereka berfungsi sebagai pelayan administrasi publik.  Jadi, pekerjaannya seperti penjaga warung.  Bila ada yang membutuhkan pelayanan barulah mereka bekerja.  Berbeda halnya dengan karyawan instansi teknis.  Proyek yang kami tangani berasal dari pemerintah daerah setempat maupun pemerintah pusat.   Karyawan instansi teknis kadang harus lembur untuk menyelesaikan pekerjaan.    Saya pun pernah bekerja seperti itu, hingga suami saya protes.  Akhirnya saya memohon pada atasan untuk ditempatkan di unit kerja yang volume pekerjaannya lebih sedikit.  Untunglah atasan bersedia mengabulkan permintaan saya.

Tetangga saya itu bisa dikategorikan ‘orang sulit’.  Kata-katanya kerap menyakiti hati.  Bahkan pernah memancing keributan antar tetangga.  Ternyata, bukan di rumah saja saya berhadapan dengan ‘orang sulit’.  Di kantor pun ada ‘orang sulit’ yang membuat saya harus berkali-kali menghela napas.  Dulu, saya kerap menggempur ‘orang-orang sulit’ dengan kalimat tajam.  Tapi, seiring pertambahan usia, saya melunak terhadap mereka.

Saya  menyadari, orang sulit di kantor yang menggempur kita dengan kata-kata menyakitkan biasanya dikarenakan hal ini :
  1. Menganggap kita sebagai ancaman kelanjutan karirnya, artinya dia mengakui kelebihan diri kita atas dirinya;
  2. Upaya untuk menutupi kelemahan diri.  Mungkin karena kurang kompetensi atau merasa status sosialnya lebih rendah daripada pegawai lainnya;
  3. Tidak berbahagia dalam kehidupan pribadinya sehingga perlu menyakiti orang lain agar orang tersebut tidak bahagia seperti dirinya.
Oleh sebab itu, saya selalu merasa kasihan pada para orang sulit dan berdoa agar tidak mengalami nasib seperti mereka.

Tak selamanya saya mampu menanggulangi benci dengan ‘kasihan’.  Bila perasaan benci pada ‘orang-orang sulit’  telah mencapai stadium akut, saya akan membaca hadist ini :

Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Namun ia juga datang dengan membawa dosa kedzaliman. Ia pernah mencerca si ini, menuduh tanpa bukti terhadap si itu, memakan harta si anu, menumpahkan darah orang ini dan memukul orang itu. Maka sebagai tebusan atas kedzalimannya tersebut, diberikanlah di antara kebaikannya kepada si ini, si anu dan si itu. Hingga apabila kebaikannya telah habis dibagi-bagikan kepada orang-orang yang didzaliminya sementara belum semua kedzalimannya tertebus, diambillah kejelekan/kesalahan yang dimiliki oleh orang yang didzaliminya lalu ditimpakan kepadanya, kemudian ia dicampakkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim no. 6522)

Sobat,  pahala yang banyak adalah kunci kebahagiaan kita di alam keabadian.  Kita akan menjadi orang beruntung bila menerima pahala dari orang-orang yang menyakiti kita.  Apatah lagi bila dosa-dosa kita diambil oleh mereka.  Maka, jangan bersedih bila ada yang menyakitimu.

Kotahujan, 02-09-2015

Ilustrasi dari http://carapedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar